Monday, April 27, 2015

Marah

Setelah hampir enam bulan waktu tersita untuk Project K di kantor (termasuk terbengkalainya blog ini), ada beberapa hal yang diingat dari Project itu. Terutama menjelang akhir project.

Marah.

Engga, bukan saya yang marah, tapi orang lain yang marah. Bisa ditebak dong siapa :))

Memang, kalo kerja sampe hari esoknya lagi, biasa yang tersisa ya marahnya saja. Karena faktor kelelahan dan lain. Selain itu juga, faktor mepetnya deadline project, sementara kerjaan masih numpuk. Akhirnya karena stress, marah.

Jadi apa sih itu marah? Entahlah bila menurut KBBI. Tapi saya tahu, kalau beliau sudah mau mulai marah. Yang paling jelas sih nada meninggi dan tatapan mata yang tajam, serta kata- kata yang merendahkan seperti "ngerti ga sih" atau " bukaaan gitu loooo aduuuhhh" dan yang sejenis.

Yasudah, hanya bisa menerima. Karena memang biasanya beliau marah karena kesalahan kami- kami juga. Tapi bukan itu yang mau dibahas disini. Yang dibahas disini adalah marah yang "lucu."

Lucu dalam artian, sebenarnya bukan saya yang salah (karena memang tidak ada kesalahannha), tapi karena tidak ada yang bisa dimarahi lagi, jadinya marah juga gitu. Menjadi lucu karena saya bisa mentertawakan beliau yang kadang tidak meminta maaf. Menjadi lucu melihat harga dirinya lebih rendah dari saya, karena beliau sendiri yang salah, tidak teliti dan lain.

Kejadian pertama adalah kebingungannya sendiri tentang suatu tindakanan suatu perseroan yang nyata- nyatanya beliau perintahkan sendiri.

Sebutlah ada PT A, PT B, PT C, PT D dan PT E. Waktu itu, A, B, C, dan D direncanakan dijual sahamnya ke E. Namun karena satu hal dan lain, A dan B tidak bisa dijual ke E. Sehingga, rencana berubah A dan B dijual ke PT X, sedang C dan D tetap sesuai rencana.

Sehabis saya pulang kuliah, beliau menelepon menanyakan progress penjualan PT ini. Setelah saya jelaskan, beliau marah. "Lho kan A B C D dijual ke E! Gimana sih kamu?!" Katanya dengan nada meninggi. Jujur di saat itu saya bingung. Kok aneh sekali ini. Akhirnya setelah dia selesai marah, saya jelaskan ulang dan tiba- tiba seakan dia tersadar akan kesalahannya. "Oooooooooooo ya ya ya" Begitu reaksinya.

Kesel sih, ditambah lagi mengemudi, jadi kurang konsen. Dan reaksinya begitu saja. Kesel, cuma akhirnya esok harinya saya cerita ke temen- temen kantor untuk dijadikan bahan tertawaan.

Kejadian kedua, mengenai tanggal akta untuk PT A dan B. Beliau berpikir bahwa tanggal akta A dan B harusnya sebelum 31 Maret.

Akhirnya beliau marah besar. "Ini kan harusnya udah keluar aktanya! Ayo dong gimana sih kamu?!" Dan berbagai macam marah- marah yang lain. Rupanya ini masalah terkait audit dan laporan keuangan dan lain yang saya kurang paham. Tapi tetap saja dimarahi. Ultimately, dia menelepon klien untuk menanyakan apakah boleh sebelum 31 Maret. Klien bilang boleh, tak apa. Ini kemenangan pertama saya.

Kemenangan kedua adalah, ketika akta saya terima, ditanggalkan 30 Maret. Wuah, bahagiannya saya. Dan beliau tidak omong apa- apa selain "Good." Tentunya malu besar lah ya, karena sudah marah sedemikian rupa, salah dirinya sendiri. Ingatan ini menjadi manis buat saya.

Dan kejadian ketiga ini, sangat maksimal, karena dia mempermalukan dirinya di depan orang lain. Perihal mengirim dokumen yang salah.

Saya diminta untuk mengirim dokumen untuk klien. Setelah saya cari di inbox, saya kirimkan. Dan siangnya saya kuliah. Sekitar PK 15.00, teman kantor sms saya, katanya beliau marah besar karena saya salah kirim dokumen. Saya memilih untuk mengabaikan telepon dan tidak membuka email. Tetapi sekitar PK 17.00, saya membaca Whatsapp dari beliau tulisannya "Z, have you send this docs? We cant find it"

Dari saat itu, saya mulai menyadari ada yang salah. Kemudian saya sms teman saya untuk menanyakan hal tersebut PK 23.00, tapi tidak dibalas.

Esok harinya, saya membuka email. Ada email berisi marah dari beliau, yang dengan cepat saya abaikan. Kemudian mata saya tertuju pada satu email. "Maaf bu L, ternyata si Z belum kirim dokumennya." Yang terjadi adalah saya tersenyum lebar. Merasakan kemenangan besar ini.

Beliau menuduh saya mengirim dokumen yang salah, akan tetapi yang terjadi adalah kami sekantor juga belum menerima perbaikan dari dokumen itu, yang seharusnya dikirim Z. Lantas, saya memaki- maki dia dalam hati dan dengan kata- kata yang didengar sekantor. Sungguh senang bisa mempermalukan beliau. Senang sekali, karena sekarang beliau di dalam otak saya, bagaikan seekor keledai bodoh.

Sedatangnya beliau ke kantor, beliau tidak mengucap satu kata pun mengenai peristiwa ini. Saya semakin tersenyum, karena ternyata beliau hanya pengecut yang berpikiran seakan tidak ada kejadian yang terjadi. Saya tidak menerima maaf darinya.

Tenang saja, saya bisa jamin, saya tidak akan melupakan ini. Tentu saja, karena itulah saya menulis disini. Agar semua orang bisa lebih tahu mengenai malu yang menimpa dirinya.