Friday, February 13, 2015

Monday Madness

Senin tanggal 9 Februari menjadi Senin yang sulit untuk dilupakan buat gw. Singkatnya, begini:


Ini pantauan dari lewatmana.com, jam 3 dini hari keesokan harinya.
Yea man, ini jam 3 pagi dan tol dalam kota masih berwarna merah gelap.

Jam 3 pagi, di hari Selasa.

Jakarta sudah gila.

Gw yang kejebak disitu 6 jam sebelumya juga sudah gila.

Kalo kita inget Senin itu, curah hujan yang ga berhenti dari hari minggu membuat Jakarta akhirnya tenggelam sore hari. Dimana- mana banjir. Istana presiden pun banjir.

Akhirnya setelah mengambil keputusan gemilang untuk menunggu di kantor sampai jam setengah Sembilan malam, gw kembali memacu mobil untuk anter pacar gw pulang.

Di situ, perjalanan menyenangkan. Dari Kuningan ke Kebon Jeruk ga sampe 30 menit.

Cilaka adalah, ga melihat pantauan dulu pas sampe di rumahnya dan lansgung jalan. Awalnya, di jalan tol Merak ke Tomang lancar. Begitu juga Tomang sampai Pluit.

Selepas itu, neraka.

Berbagai macam kendaraan, didominasi truk berat, sama sekali tidak bergerak. Sekali bergerak hanya 50 meter. Berhentinya 20 menit.

Awalnya, gw pikir kondisi ini ga terlalu lama. Gw juga terus kontak dengan sepupu gw yang berada sekitar 2 kilo di depan gw. Dia bilang, udah satu jam kejebak dan tujuan (Kemayoran) masih "agak" jauh. Dengan mempercayai itu, gw merasa ini cepat berlalu.

Tapi nyatanya tidak.

Dengan ditemani radio dan karoke sendiri, gw bisa menghalau rasa frustasi yang datang. Sembari dibawa enjoy karena banyak yang terjebak di tempat yang sama.

Namun, kesabaran mulai habis.

Di saat itu juga, lagi ga bisa berkomunikasi dengan pacar. Tapi untung ada Nana yang nemenin untuk beberapa saat.

Nah, ketika ada marka jalan yang menyatakan exit Kemayoran 3,7 kilo lagi, gw menyalakan stopwatch. Langsung aja, ketika gw sampai di exit Kemayoran, stopwatch menunjukan 2 jam 42 menit. Luar biasa untuk 3,7 kilometer di jalan bebas hambatan.

Malam semakin malam dan kemacetan bukan semakin terurai tapi tetap begitu saja.

Usut punya usut, truk dan kendaraan lain mematikan mesin mereka, lalu pengemudinya tidur. Lantas, menunggu mereka yang tidur untuk bangun dan menyalakan mesin ini bikin emosi juga. Jadilah di tol itu, pinter- pinternya meliuk di antara truk besar dan mobil penumpang yang lelet.

 
 
Tapi, sampai di exit Kemayoran, bukan kelegaan yang ditemukan. Tapi kegilaan.
 
Lajur kiri sudah penuh dengan orang yang tertidur dari sejauh satu kilometer, sedangkan lajur kanan sudah berjejalan mobil, mencoba menyodok ke paling depan. Tapi nyatanya sudah useless juga, karena orang memilih tidur.
 
Keesokan harinya, diketahui bahwa orang sudah meninggalkan mobilnya di exit tol karena setelah tol, yang ditemui adalah banjir yang cukup dalam. Sehingga tidak ada yang mau mengambil resiko mobilnya rusak.
 
 
Melihat ini, gw dengan sisa tenaga yang ada langsung memacu ke arah Tanjung Priok, dengan hanya satu tujuan, yakni balik dan tidur di kantor.
 
Benar saja, cuma 15 menit gw udah bisa di kantor lagi. 15 menit untuk mengelilingi Jakarta ditemani truk- truk tanker Pertamina.
 
 
Dalam batin gw, gila ini bener- bener gila. Belum pernah gw ngalamin kaya begini. 6 jam di jalan tanpa harapan apapun. Benar- benar kacau.
 
Akhir kata, inilah Jakarta.
Megapolitan sekejap menjadi kota mati, disebabkan oleh air, sumber kehidupan.
Enjoy Jakarta.